Struktur Modal Perusahaan
MAKALAH MANAJEMAN KEUANGAN 2
Makalah ini disusun guna memenuhi
Tugas Mata Kuliah:
MANAJEMEN KEUANGAN DUA
Dosen Pengampu: Nila Saadati, Lc. M. E I.
JURUSAN (S1) PERBANKAN SYARIAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Struktur
modal berkaitan dengan jumlah hutang dan modal sendiri yang digunakan untuk
membiayai aktiva perusahaan. Struktur modal yang efektif mampu menciptakan
perusahaan dengan keuangan yang kuat dan stabil. Bersamaan dengan meningkatnya
pengetahuan masyarakat di bidang pasar modal dan tersedianya dana dari para
calon investor yang berminat menginvestasikan modalnya, struktur modal telah
menjadi salah satu faktor pertimbangan yang cukup penting. Hal ini terkait
dengan resiko dan pendapatan yang akan diterima. Dalam melihat struktur modal
perusahaan, investor tidak dapat dipisahkan dari informasi perusahaan berupa
laporan keuangan yang dikeluarkan setiap tahunnya. Para investor akan melakukan
berbagai analisis terkait dengan keputusan untuk menanamkan modalnya pada
perusahaan melalui informasi yang salah satunya berasal dari laporan keuangan
perusahaan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan struktur modal
perusahaan ?
2.
Apa yang dimaksud dengan hutang jangka panjang dan apa saja yang termasuk dalam hutang jangka
panjang ?
3.
Apa yang dimaksud dengan modal sendiri dan apa
saja yang termasuk dalam hutang jangka panjang ?
4.
Apa saja teori modal perusaahan ?
5.
Apa itu risiko bisnis keuangan ?
6.
Bagaimana permintaan atas produk ?
C. Tujuan
Menjelaskan struktur modal perusahaan, jangka panjang, modal
sendiri dalam manajemen keuangan, serta risiko keuangan dan permintaan atas
produk
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Struktur Modal Perusahaan
Struktur modal perusahaan merupakan campuran atau
proporsi antara utang jangka panjang dan ekuitas, dalam rangka mendanai
investasinnya ( operating asset )
Komposisi dari utang jangka panjang ( long term debt
), saham preferen (preffered stock), dan saham umum (common stock equity)
merupakan struktur modal perusahaan yang akan memengaruhi biaya modal secara
keseluruhan, karena itu akan menjadi perhatian utama dalam menentukan keputusan
investasi.[1]
B.
Hutang
Jangka Panjang
Hutang
jangka panjang adalah kewajiban kepada pihak tertentu yang harus dilunasi dalam
jangka waktu lebih dari satu perioda akuntansi (1 th) dihitung dari tanggal
pembuatan neraca per 31 Desember. Pembayaran dilakukan dengan kas namun dapat
diganti dengan asset tertentu. Dalam operasional normal perusahaan, rekening
hutang jangka panjang tidak pernah dikenai oleh transaksi pengeluaran kas. Pada
akhir perioda akuntansi bagian tertentu dari hutang jangka panjang berubah
menjadi hutang jangka pendek. Untuk itu harus dilakukan penyesuaian untuk
memindahkan bagian hutang jangka panjang yang jatuh tempo menjadi hutang jangka
pendek
Timbulnya
Hutang Jangka Panjang Saat skala operasional perusahaan berkembang atau dalam
membangun suatu perusahaan dibutuhkan sejumlah dana. Dana yang diperlukan
untuk Investasi dalam aktiva tetap yang akan memberikan manfa’at dalam
jangka panjang sebaiknya diperoleh dari hutang jangka panjang atau dengan
menambah modal. Dalam hal ini perusahaan memiliki dua pilihan yaitu menarik
hutang jangka panjang atau menambah modal sendiri dengan mengeluarkan saham.
Salah satu
hutang jangka panjang adalah obligasi. Obligasi merupakan salah satu kewajiban
yang harus dibayar setelah satu tahun yang biasanya meliputi bond, wesel jangka
panjang, dan obligasi sewa.
a.
Obligasi
Onligasi
merupakan salah satu bentuk dari hutang berjangka panjang yang dikeluarkan oleh
perusahaan atau pemerintah. Pihak yang mempunyai obligasi tersebut berarti
mempunyai hutang kepada pihak yang membeli obligasi. Sedangkan pihak yang
membeli obligasi disebut dengan investor dalam hal ini disebut kreditur bagi
pihak yang mengeluarkan obligasi.[2]
Tipe
obligasi ada 6 yaitu obligasi terjamin, obligasi tidak terjamin, obligasi
berjangka, obilgasi berseri, obligasi terdaftar, dan kupon obligasi. Jika
dilihat dari sudut pandang lain, obligasi ada dua yaitu obligasi yang dapat
ditukar, yakni dia bisa ditukar dengan saham biasa tergantung pilihan pemilik
saham dan obligasi tebus. Nilai pasar obligasi bisa dipengaruhi oleh beberapa
hal diantaranya adalah jumlah dollar yang diterima, jangka waktu sampai jumlah
kesemuanya diterima, dan suku bunga pasar.
Penghilangan
obligasi disebabkan oleh
1. Terbatasnya nilai obligasi ketika
jatuh tempo
2. Mempengaruhi pembayaran tunai
3. Untuk mengetahui gain atau loss
dalam panyusutannya
Jika
sebuah obligasi ditukar langsung dengan saham umum maka dia tidak akan
mengeluarkan gain atau loss karena hal itu tidak termasuk kas, melainkan non
cash.
Contoh-contoh
dari penjelasan di atas adalah sebagai berikut:
Diketahui
bahwa perusahaan sumber rezeki mengeluarkan saham sebesar 1000 lembar
dengan jangka waktu 10 tahun dan bunga 9%, sedangkan harga saham tersebut
adalah Rp1000 mulai dari tanggal 1 januari 2005. Nilai saham tersebut adalah
100% sehingga dapat dijurnalkan sebagai berikut:
Kas
Rp 1.000.000
Utang
Obligasi Rp
1.000.000
(untuk
mencatat penjualan obligasi sesuai dengan face value/nilai saham)
Jika dia
dicatat berdasarkan semianual/setengah tahunan maka dia akan dicatat setiap
tanggal 1 Januari dan 1 Juli sehingga perusahaan mempunyai beban bunga yaitu Rp
1.000.000 x 9% x 6/12 = Rp 45.000. Jika dijurnalkan maka
1
Juli
Biaya Bunga
Obligasi
Rp 45.000
Kas
Rp 45.000
(untuk mencatat pembayaran bunga obligasi)
Sedangkan
untuk akhir periode/satu tahun yaitu 31 Desember maka akun ini disesuaikan
sebagai berikut:
31
Desember Biaya Bunga Obligasi Rp
45.000
Utang
Bunga
Obligasi
Rp 45.000
Begitu
juga contoh selanjutnya yang memakai metode penjualan saham premium(agio
obligasi) , face value, maupun discount.
b.
Utang
Wesel Jangka Panjang
Utang ini
sama artinya dengan utang wesel biasanya yang membedakan hanyalah waktu, di
mana utang ini hanya dalam waktu kurang dari satu tahun.
c.
Utang
Wesel Hipotek
Adalah
penyerahan tertulis mengenai hak atas harta benda tak bergerak untuk mejamin
pembayaran hutang dengan ketentuan bahwa penyerahan itu akan dibatalkan setelah
waktu pembayaran. Bahwasannya hutang jangka panjang boleh membuat hipotek, dia
juga bisa diansur, dan lain-lain. Yang menjadi contoh dari kewajiban jangka
panjang ini adalah sewa/rental.
C. Modal
Sendiri
Modal sendiri adalah modal yang berasal dari dalam
perusahaan sendiri. Misalnya setoran dari pemilik perusahaan. Sementara itu,
modal asing adalah modal yang bersumber dari luar perusahaan. Misalnya modal
yang berupa pinjaman bank. Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi modal
konkret dan modal abstrak.
Menurut
Wasis (1981), dalam struktur modal konservatif, susunan modal menitikberatkan
pada modal sendiri karena pertimbangan bahwa penggunaan hutang dalam pembiayaan
perusahaan mengandung resiko yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan
modal sendiri. Menurut Sundjaja at al. (2003, p.324), “modal sendiri/equity
capital adalah dana jangka panjang perusahaan yang disediakan oleh pemilik
perusahaan (pemegang saham), yang terdiri dari berbagai jenis saham (saham
preferen dan saham biasa) serta laba ditahan”.
Pendanaan
dengan modal sendiri akan menimbulkan opportunity cost. Keuntungan
dari memiliki saham perusahaan bagi owner adalah control
terhadap perusahaan. Namun,return yang dihasilkan dari saham tidak
pasti dan pemegang saham adalah pihak pertama yang menanggung resiko
perusahaan. Modal sendiri atau ekuitas merupakan modal jangka panjang yang
diperoleh dari pemilik perusahaan atau pemegang saham. Modal sendiri diharapkan
tetap berada dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas sedangkan
modal pinjaman memiliki jatuh tempo. Ada 2 (dua) sumber utama dari modal
sendiri yaitu:
a) Modal saham preferen
Saham
preferen merupakan (preferent stock)
merupakan surat penyertaan kepemilikan (saham) yang memiliki preferensi
(keistimewaan) tertentu dibidang saham biasa. Keistimewaan tersebut meliputi :
·
Pembayaran
deviden
·
Pembagian
kekayaan perusahaan apabila perusahaan dilikuidasi
Saham preferen memiliki sifat yang
dikotomis atau merupakan campuran karena dalam satu sisi mirip dengan obligasi
dan disisi lainnya mirip dengan saham biasa. Hal yang mirip dengan obligasi
adalah karena adanya pembayarna deviden yang sifatnya tetap per tahun dan
biasanya waktu pembayaran devidennya didahulukan dari pada deviden saham biasa.
Sedangkan sifat yang mirip dengan saham biasa adalah umur saham preferen yang
sama-sama tidak mempunyai saat jatuh tempo (perpetuity).
Biasanya saham preferen memberikan
hak kepada pemiliknya untuk memperoleh pembayaran deviden yang tetap sebesar
prosentase tertentu tiap tahunnya.
Rumus perhitungan saham preferen adalah :
Vp = Dp / Kp
Dimana :
Vp = Nilai saham preferen
Dp =
Deviden per lembar saham preferen
Kp = tingkat pengembalian yang disyaratkan saham
preferen atau sebagai discount rate-nya.
Sedangakn rate of return saham preferen dihitung dengan
rumus :
Kp = Dp / Vp
Contoh soal :
Perusahaan manufaktur terbesar di Bali, PT. QUEENA ANNORA
memiliki saham preferen yang beredar dengan nilai nominal per lembar saham Rp
25.000. Deviden yang dibayarkan secara tahunan sebesar Rp 7.500. Harga saham
preferen saat ini sebesar Rp 27.500. Maka besarnya tingkat pengembalian saham
preferen (required rate of return) adalah :
Kp = Dp
/ Vp
= (7.500 / 27.500) x 100%
= 27,27%
Bila kita ingin mengetahui nilai saham preferennya maka :
Vp = Dp
/ Kp
= 7.500 / 0,2727
= Rp. 27.500
b) Modal saham biasa
Pemilik
perusahaan adalah pemegang saham biasa yang menginvestasikan uangnya dengan
harapan mendapat pengembalian dimasa yang akan datang. Pemegang saham biasa
kadang-kadang disebut pemilik residual sebab mereka hanya menerima sisa setelah
seluruh tuntutan atas pendapatan dan asset telah dipenuhi.
Ada
beberapa keunggulan pembiayaan dengan saham biasa bagi kepentingan manajemen
(perusahaan), menurut Sundjaja at. al (2003), yaitu :
1. Saham biasa tidak memberi dividen
tetap. Jika perusahaan dapat memperoleh laba, pemegang saham biasa akan
memperoleh dividen. Tetapi berlawanan dengan bunga obligasi yang sifatnya tetap
(merupakan biaya tetap bagi perusahaan), perusahaan tidak diharuskan oleh
hukum untuk selalu membayar dividen kepada para pemegang saham biasa.
2. Saham biasa tidak memiliki tanggal
jatuh tempo.
3. Karena saham biasa menyediakan landasan
penyangga atas rugi yang diderita para kreditornya, maka penjualan saham biasa
akan meningkatkan kredibilitas perusahaan.
4. Saham biasa dapat, pada saat-saat
tertentu, dijual lebih mudah dibandingkan bentuk hutang lainnya. Saham biasa
mempunyai daya tarik tersendiri bagi kelompok-kelompok investor tertentu karena
(a) dapat memberi pengembalian yang lebih tinggi dibanding bentuk hutang lain
atau saham preferen; dan (b) mewakili kepemilikan perusahaan, saham biasa
menyediakan para investor benteng proteksi terhadap inflasi secara lebih baik
dibanding saham preferen atau obligasi. Umumnya, saham biasa meningkat nilainya
jika nilai aktiva riil juga meningkat selama periode inflasi.
5. Pengembalian yang diperoleh dalam
saham biasa dalam bentuk keuntungan modal merupakan obyek tarif pajak
penghasilan yang rendah. (Weston & Copeland) Menurut Wasis (1981, p.81),
“pemilik yang menyetorkan modal akan menjadi penanggung resiko yang pertama.
Artinya bahwa pihak non pemilik tidak akan menderita kerugian sebelum kewajiban
dari pemilik ditunaikan seluruhnya.
D. Teori
Modal Perusahaan
1. Agency Theory
Teori ini
dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976
(Horne dan Wachowicz, 1998 dalam Saidi, 2004) ,yang menyebutkan bahwa manajemen
merupakan agen dari pemegang saham, sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang
saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga
mendelegasikan wewenang kepada agen. Biaya yang ditimbulkan dari pengawasan
yang dilakukan oleh manajemen disebut biaya agensi. Biaya agensi menurut Horne
dan Wachowicz dalam Saidi (2004) adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan
pengawasan manajemen untuk menyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten
sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditur
Dan pemegang saham.
2.
Signaling Theory
Isyarat
atau signal menurut Brigham dan Houston (2001) adalah suatu tindakan yang
diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang
bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek
yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan
setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan
utang yang melebihi target struktur modal yang normal. Pengumuman emisi saham
oleh suatu perusahaan merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen
memandang prospek perusahaan suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan
penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan
menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang
kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah.
3.
Pecking Order Theory
Pecking
order theory mengasumsikan bahwa perusahan bertujuan untuk memaksimumkan
kesejahteraan pemegang saham. Perusahaan berusaha menerbitkan sekuritas pertama
dari internal, retained earning, kemudian utang berisiko rendah dan terakhir
ekuitas (Myers, 1984 dalam Perminas Pangeran, 2004). Pecking order theory
memprediksi bahwa pendanaan utang eksternal didasarkan pada defisit pendanaan
internal.
Model
pecking order theory memfokuskan pada motivasi manejer korporat, bukan pada
prinsip-prinsip penilaian pasar modal. Pecking order theory mencerminkan
persoalan yang diciptakan oleh asimetrik informasi. Dasar pemikirannya
didasarkan pada penjelasan berikut ini, (Meyers, 1984 dalam Perminas Pangeran,
2004) :
1. Para manejer mengetahui lebih banyak
tentang perusahaan daripada investor luar, namun mereka enggan untuk
menerbitkan saham ketika percaya saham mereka adalah undervalued.
2. Investor memahami bahwa para manajer
mengetahui lebih banyak dan mereka mencoba menerbitkan sesuai waktu yang tepat.
3. Para manejer menginterpresentasikan
keputusan untuk menerbitkan ekuitas sebagai bad news, dan perusahaan dapat
menerbitkan ekiutas hanya pada harga discount.
4. Perusahaan yang bekerja berdasarkan
filosofi pecking order theory dan membutuhkan ekuitas eksternal kemungkinan
tidak akan memanfaatkan kesempatan investasi yang baik, karena saham tidak
dapat dijual pada “fair Price”.
Menurut
Myers (1996) dalam Saidi (2004) perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan
dari modal internal, yakni dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan
depresiasi. Urutan penggunaan sumber dana dengan mengacu packing order theory
adalah internal fund (dana internal), debt (utang), dan equity (modal sendiri)
(Kaaro,2003).
4) Trade
Off Theory
Trade-Off
merupakan pilihan / pengorbanan terhadap sesuatu. Itulah Pengertian trade off
secara sederhana.
Contoh:
Anda
Mempunyai Uang 5000 rupiah, ketika anda sedang di sekolah, anda pilih
mengorbankan ini untuk makanan, untuk minuman, atau untuk peralatan sekolah.
Anda pilih yang mana?? atau anda mengorbankan yang mana, ketika semuanya
mempunyai harga 5000 dan anda butuh semua itu. Anda pilih beli makanan dulu??
dan mengorbankan minuman, dan peralatan sekolah?? Atau anda mempunyai pilihan
sendiri???
E.
Risiko
Bisnis dan Keuangan
Risiko bisnis atau business risks maupun risiko kuangan atau financial risks merupakan suatu ketidakpastian yang harus dihadapi
oleh para investor dan eksekutif
perusahaan. Risiko bisnis maupun risiko keuangan secara langsung akan
berdampak kepada laba operasi perusahaan sebelum bunga dan pajak atau earning before interest and taxes (EBIT)
di masa dating. Hal yang paling fatal adalah pendapatan (sales revenues) dari perusahaan tersebut tidak akan mampu menutup
biaya operasionalnya.
F.
Permintaan
Atas Produk
Risiko bisnis antara industry berbeda satu sama
lainnya, contoh : saat ini khususnya di Indonesia produsen minuman dan makanan
ringan memiliki risiko yang kecil, sehingga makin banyak yang masuk ke industry
tersebut dengan merek
dagang baru. Sejak tahun 2000 sampai saat ini industri batu bara mengalami
permintaan yang besar dengan keuntungan yang relatif besar, tetapi dengan
bisnis risiko yang besar.
Dalam bukunya Michael Porter “Competitive Advantage”
disebutkan apabila entry barrier terhadap
industri tersebut mudah, maka pesaing atau pemain baru akan banyak yang masuk,
sehingga akan banyak pesaing dan selisih keuntungan akan menjadi makin kecil (profit margin). Produsen makan dan
minuman merupakan salah satu contoh bisnis yang mengalami hal tersebut, karena
modalnya relative kecil.
Kondisi ekonomi secara umum akan berpengaruh
terhadap permintaan suatu produk, baik produk industry (industrial goods) maupun produk konsumsi (consumer goods). Kondisi ekonomi yang memengaruhi tersebut, antara
lain : peraturan pemerintah, daya beli konsumen, tingkat bunga, produk yang
ditawarkan, dan lain lain.
G.
Kemampuan atas Penyesuaian Harga
Perusahaan sering mengalami masalah dalam
penyesuaian harga dikarenakan perubahan-perubahan yang kerap kali terjadi.
Misalnya : perubhana harga BBM akan berdampak kepada semua sector bisnis dan
keuangan sehingga perusahaan harus segera menyesuaikan harga produknya dengan
teliti dan tepat.
Adanya
suatu pilihan sulit atau delima bagi para perusahaan atau produsen dengan
naiknya bahan baku dan buruh dikarenakan salah satu faktor. [3]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Struktur modal perusahaan merupakan
campuran atau proporsi antara utang jangka panjang dan ekuitas, dalam rangka
mendanai investasinnya (operating asset). Komposisi dari utang jangka panjang (
long term debt ) yang meliputi : obligasi, sedangkan modal sendiri meliputi :
saham preferen (preffered stock), dan saham umum (common stock equity)
merupakan struktur modal perusahaan yang akan memengaruhi biaya modal secara
keseluruhan, karena itu akan menjadi perhatian utama dalam menentukan keputusan
investasi.
B.
Saran
Penulis
bersedia menerima kritik dan saran yang positif serta membangun dari pembaca.
Penulis akan menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan
untuk memperbaiki makalah ini di kemudian hari. Semoga makalah berikutnya dapat
selesaikan dengan hasil yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Raharjaputra, Hendra
S.. 2009. Manajemen Keuangan dan Akutansi.
Jakarta: PT Salemba Empat
Yudianam, Fetria
Eka. 2013. Dasar-Dasar Manajemen Keuanga.Yogyakarta:
Penerbit Ombak
[1]
Hendra S. Raharjaputra, Manajemen Keuangan dan Akutansi(Jakarta : Salemba
Empat, 2009) hlm.212
[2]
Fetria Eka Yudiana, S.E., M.Si, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan(Ombak,2013) hlm.51
[3]
Hendra S. Raharjaputra, Manajemen Keuangan dan Akutansi(Jakarta : Salemba
Empat, 2009) hlm.215
Comments