AKHLAK TASAWUF

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
. Bagian tubuh manusia yang menyita perhatian para peemikir filsafat, sosial, dan utamanya agama. Organ tersebut adalah hati, sehingga muncul gagasan, konsep, teori tentang hati. Misteri-misteri tentang hati masih tersembunyi rapat-rapat, serapat letaknya di dalam tubuh manusia.Walaupun demikian, Tampaknya perhatian terhadap organ tersebut sudah sama-sama tua. Di jaman Yunani kuno, pembicaraan hati sudah dimulai, hanya saja pembicaraan keduanya berangkat lebih banyak dari pemikiran yang sifatnya spekulatif belaka. Dalam  kehidupan manusia sendiri, yang darinya manusia berbeda dan membedakan diri dengan makhluk hidup yang lain.
Dorongan terhadap sains dan teknologi agar bisa menghasilkan alat-alat penelitian yang khusus untuk membuka tabir misteri hati tampaknya perlu terus-menuerus dilakukan. Para ilmuan bidang ini tampaknya harus membuka diri untuk menerima asumsi-asumsi agama terhadap organ yang satu ini. Mereka tidak bisa menutup mata terhadap kebenaran agama yang menyatakan bahwa hati merupakan organ tubuh yang sangat vital dan sangat penting. Pembahasan tentang rahasia-rahasia hati ini lebih banyak bertolak dari sudut pandang agama, logika dan falsafat bukan dari sudut pandang sains positif. Alasannya sangat sulit untuk menemukan referensi atau rujukan ilmiah tentang masalah ini. Walaupun demikian, tidak ada satu pun manusia yang berakal sehat yang hidup di dunia ini meragukan fakta bahwa hati demikian kuat pengaruhnya dalam kehidupan manusia sendiri. Sifat-sifat seperti kebaikan, keluhuran, kelembutan, cinta-kasih, keadilan dan kebenaran yang telah ditunjukan oleh manusia merupakan kenyataan yang tidak mungkin dipungkiri. Demikian halnya sifat-sifat seperti tamak, rakus,sombong, khianat, benci, dendam, amarah dan lain sebagianya, yang juga turut meramaikan jiwa manusia merupakan fakta-fakta yang juga tidak bisa dipungkiri.

1.2    RUMUSAN MASALAH
1.    Apa pengertian manajemen qolbu ?
2.    Bagaimana konsep-konsep dalam manajemen qolbu ?
3.    Bagaimanakah fungsi qolbu itu sendiri?
4.    Bagaimana pembagian hati dalam manajemen qolbu?
5.    Bagaimana sampai dikatakan Qolbu sebagai pusat kecerdasan rohani?
6.    Apa yang dimaksud dengan stasiun qolbu?
7.    Bagaimana Al qur’an sebagai obat hati dari berbagai penyakit?

1.3  TUJUAN PENULISAN
1.    Mengetahui Apa pengertian manajemen qolbu.
2.    Mengetahui Bagaimana konsep-konsep dalam manajemen qolbu.
3.    Mengetahui fungsi dari qolbu.
4.    Mengetahui Bagaimana pembagian hati dalam manajemen qolbu.
5.    Mengetahui Bagaimana sampai dikatakan Qolbu sebagai pusat kecerdasan rohani.
6.    Mengetahui apa yang dimaksud dengan stasiun qolbu.
7.    Mengetahui Bagaimana Al qur’an sebagai obat hati dari berbagai penyakit.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Manajemen Qalbu
Manajemen berasal dari bahasa Inggris manage memiliki arti mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola.[1] Kata qalbu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan hati. Sedengkan dalam istilah etimologi kata ini terambil dari masdar (kata benda) dari kata qalaba yang berarti berubah, berpindah atau berbalik.[2]
Qolbu merupakan lokus atau tempat di dalam jiwa manusia yang merupakan titik sentral atau awal segala awal yang menggerakkan perbuatan manusia yang cenderung kepada kebaikan dan keburukan. Qolbu juga merupakan sagfana atau hamparan yang menerima suara hati (conscience) yang berasal dari ruh dan disebut dengan nurani, yang menerangi atau memberikan arah pada manusia untuk bertindak dan bersikap berdasarkan keyakinan atau prinsip yang dimiliki.
Sehingga dapat disimpulkan Manajemen Qalbu adalah memahami diri, dan kemudian mau dan mampu mengendalikan diri setelah memahami siapa diri ini sebenarnya. Dan tempat untuk memahami benar siapa diri ini ada di hati, hatilah yang menunjukkan watak dan diri ini sebenarnya. Hati yang membuat diri ini mampu berprestasi semata karena Allah. Apabila hati bersih, bening, dan jernih, tampaklah eseluruhan prilaku akan menampakan kebersihan, kebeningan, dan kejernihan. Penampilan sesorang merupakan refleksi dari hatinya sendiri.[3]

2.2  Konsep Manajemen Qolbu
Dalam konsep Manajemen Qolbu dengan pengelolaan hati yang baik, maka seorang juga dapat merespon segala bentuk aksi atau tindakan dari luar dirinya baik itu positif maupun negatif secara proporsional. Respon yang terkelola dengan sangat baik akan membuat reaksi yang dikeluarkannya menjadi positif dan jauh dari hal-hal mudharat. Dengan kata lain, setiap aktifitas lahir dan batinnya telah tersaring sedemikian rupa oleh proses Manajemen Qolbu. Karena itu, yang muncul hanyalah satu yaitu sikap yang penuh kemuliaan dengan pertimbangan nurani yang tulus.
Peran hati dalam mengendalikan anggota-anggota badan sebagaimana peran seorang raja dalam mengendalikan tentara-tentaranya, di mana semuanya harus atas perintahnya, dan dia menggunakannya sebagaimana dia kehendaki, maka semua anggota badan itu seharusnya berada di bawah penghambaan dan kekuasaannya. Dari hatilah anggota-anggota memperoleh bekal untuk berlaku istiqamah atau tidak ragu-ragu (teguh pendirian).
Jadi hati adalah raja bagi seluruh anggota badan, sedangkan anggota tubuh yang melaksanakan segala perintah hati dan menerima segala hadiah yang diberikan kepadanya. Segala amal anggota badan tidak mungkin pernah lurus hingga bersumber dari tujuan dan niatnya. Hatilah yang bertanggung jawab atas segala tindakan anggota badan, karena setiap pemimpin harus bertanggung jawab atas seluruh rakyatnya.[4]
 Dengan demikian, melalui konsep Manajemen Qolbu seseorang bisa diarahkan agar menjadi sangat peka dalam mengelola sekecil apa pun potensi yang ada dalam dirinya menjadi sesuatu yang bernilai kemuliaan serta memberi manfaat besar, baik bagi dirinya sendiri maupun makhluk Allah lainnya. Lebih dari itu, dapat memberi kemaslahatan di dunia juga di akhirat kelak.[5]

3.3  Fungsi Qolbu
Fungsi qalbu dalam pendangan tasawuf ini lebih identik sebagai sarana untuk mendekatkan diri pada Allah, hal ini tampak dari inti ketiga fungsi yang dikemukakan di atas bahwa qalbu sebagai sarana untuk ma’rifah kepada Tuhannya. Menurut Dr. Baharuddin alqalb mempunyai tiga fungsi antara lain:
1.    Fungsi kognisi yang menimbulkan daya cipta
 Seperti berfikir (‘aql), memahami (fiqih), mengetaui (ilmu), memperhatikan (dabr ) mengingat (dzikir), dan melupakan (ghulf ).



2.    Fungsi emosi yang menimbulkan dara rasa
Seperti tenang (thuma’ninah), jinak atau sayang (ulfah), santun dan penuh kasih sayang (ra’fah wa rahmah), tunduk dan getar, (wajilat), mengikat (ghil) berpaling (zaigh), panas (ghaliz), sombong (hammiyah),kesal (isyma’azza)
3.    Fungsi konasi yang menilbulkan daya karsa
Seperti berusaha (kash).
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa daya qalbu mampu mencapai tingkat supra kesadaran, qalbu mampu mengantarkan manusia pada tingkat intelektual (insuicit), moralitas, spiritualitas, keagamaan dan ketuhanan.

3.4  Pembagian Hati
1.    Hati yang sehat/ hati yang selamat (qalbun salim)
Hati yang sehat yaitu hati yang bersih yang seorang pun tidak akan bisa selamat pada hari kiamat kecuali jika dia datang kepada Allah dengan hati yang bersih. Sebagaimana firman Allah, yang artinya : “(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (QS. Asy-Syu’ara: 88-89).
Disebut qalbun salim (hati yang bersih, sehat) karena sifat bersih dan sehat telah menyatu dengan hati, sebagaiman kata Al-Alim, Al-Qadir (Yang Maha Mengetahui, Maha kuasa) dan merupakan lawan dari sakit dan aib. Qalbun salim yaitu hati yang bersih yang selamat dari berbagai syahwat yang menyalahi perintah dan larangan Allah, hati yang selamat dari menjadikan sekutu untuk Allah dengan alasan apapun. Hati yang mengikhlaskan penghambaan dan ibadah kepada Allah semata, baik dalam kehendak, cinta, tawakal, inabah (kembali), merendahkan diri, khasyyah (takut), raja’ (pengharapan) dan hati yang mengikhlaskan amalnya untuk Allah.[6]
Seseorang yang memiliki hati sehat, tidak ubahnya seperti seseorang yang memiliki tubuh sehat yang akan bugar dan berfungsi optimal dan juga akan mampu mamilih dan memilah setiap rencana atau suatu tindakan. Dengan begitu, setiap yang akan diperbuat benar-benar sudah melewati perhitungan yang jitu berdasarkan hati nurani yang bersih.
2.    Hati yang mati (qalbun mayyit)
Hati yang mati yaitu hati yang tidak mengetahui Tuhannya, tidak menyembah-Nya sesuai dengan perintah yang dicintai dan diridhai-Nya. Hati yang selalu menuruti keinginan nafsu dan kelezatan dirinya, meskipun begitu, tidak mempedulikan akan dimurkai dan dibenci Allah asalkan mendapat bagian dan keinginannya. Hati yang mati tidak menerima dan taat pada kebenaran.
3.    Hati yang sakit (qalbun maridh)
Hati yang sakit yaitu hati yang hidup tetapi cacat, memiliki dua materi yang saling tarik menarik. Ketika hati memenangkan pertarungan maka di dalamnya terdapat kecintaan kepada Allah, keimanan, keikhlasan dan tawakal kepada-Nya, itulah materi kehidupan. Di dalam hati itu juga terdapat kecintaan kepada nafsu, keinginan dan usaha keras untuk mendapatkannya, dengki, takabur, bangga diri, kecintaan kekuasaa dan membuat kerusakan di bumi, itulah materi yang menghancurkan dan membinasakan. Contohnya hasad/hasud, riya’, ujub dll.

3.5  Qolbu Pusat Kecerdasan Ruhani
Kecerdasan ruhaniah ialah kemampuan seseorang untuk mendengarkan hati nuraninya atau bisikan kebenaran yang meng-Ilahi dalam cara dirinya mengambil keputusan atau melakukan pilihan-pilihan, berempati dan beradaptasi. Untuk itu, kecerdasan ruhaniah sangat ditentukan oleh upaya untuk membersihkan dan memberikan pencerahan qolbu (tazkiyah, tarbiyatul qullub) sehingga mampu memberikan nasihat dan arah tindakan serta caranya mengambil keputusan.Qolbu harus senantiasa berada pada posisi menerima curahan cahaya ruh yang bermuatan kebenaran dan kecintaan kepada Ilahi.
Rasa ruhaniah merupakan rasa yang paling fitrah, sebuah potensi yang secara hakiki ditiupkan ke dalam tubuh manusia ruh kebenaran, yang selalu mengajak kepada kebenaran. Pada ruh tersebut terdapat potensi bertuhan. Nilai kehidupan yang hakiki tidak lain berada pada nilai yang sangat luhur tersebut, apakah seseorang tetap setia pada hati nuraninya untuk mendengarkan kebenaran atau menjadi orang yang hina karena seluruh potensinya telah terkubur dalam kegelapan.
Artinya: Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (QS. As-Sajdah: 9).
Ayat ini memberikan isyarat bahwa manusia terlahir dengan dibekali kecerdasan yang terdiri dari lima bagian utama kecerdasan, yaitu sebagai berikut:
1.    Kecerdasan ruhaniah (spiritual intelligence) yaitu kemampuan seseorang untuk mendengarkan hati nuraninya, baik buruk dan rasa moral dalam carannya menempatkan diri dalam pergaulan.
2.    Kecerdasan intelektual yaitu kemampuan seseorang dalam memainkan potensi logika, kemampuan berhitung, menganalisa dan matematika (logical mathematical intelligence).
3.    Kecerdasan emosional (emotional intelligence) yaitu kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri (sabar) dan kemampuan dirinya untuk memahami irama, nada, musik serta nilai-nilai estetika.
4.    Kecerdasan sosial yaitu kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain, baik individu maupun kelompok. Dalam kecerdasan ini termasuk pula interpersonal, intrapersonal skill dan kemampuan berkomunikasi (linguistic intelligence).
5.    Kecerdasan fisik (bodily-kinesthetic intelligence) yaitu kemampuan seseorang dalam mengkoordinasikan dan memainkan isyarat-isyarat tubuhnya.
Seluruh kecerdasan tersebut, harus berdiri di atas kecerdasan ruhaniah sehingga potensi yang dimilikinya menghantarkan diri kepada kemuliaan akhlak. Empat kecerdasan yang dikendalikan oleh hati nurani akan memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan dan perdamaian manusia. Dengan demikian, di dalam qolbu selain memiliki fungsi indrawi, di dalamnya ada ruhani yaitu moral dan nilai-nilai etika, artinya hati yang menentukan tentang rasa bersalah, baik-buruk, serta mengambil keputusan berdasarkan tanggung jawab moralnya tersebut.
Penilaian akhir dari sebuah perbuatan sangat ditentukan oleh fungsi qolbu. Kecerdasan ruhani tidak hanya mampu mengetahui nilai-nilai, tata susila dan adat istiadat saja, malainkan kesetiaannya pada suara hati yang paling sejati dari lubuk hatinya sendiri. Apabila ukurannya hanya etika tata susila, seorang koruptor pun mampu menunjukkan sikap yang sopan dan manis tutur katanya, mamikat dan simpatik. Seorang koruptor tidak ada kekuatan spiritual lemah dan bodoh qolbu, sehingga seluruh kecerdasannya terlepas dari bisikan nuraninya yang memenuhi qolbunya. Tindakannya terlepas dari nilai hanifiyah yaitu kecerdasannya kepada kebenaran.






Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan Rohani
Qolbu
Kecerdasan Emosional
Kecerdasan sosial
Kecerdasan Physical
 














Gambar 1. Pembagian kecerdasan

Kecerdasan ruhaniah adalah kecerdasan yang paling sejati tentang kearifan dan kebenaran serta pengetahuan Ilahi. Kecerdasan ini membutuhkan rasa cinta yang sangat mendalam terhadap kebenaran, sehingga seluruhtindakannya akan dibimbing oleh ilmu Ilahiah yang mengantarkannya kepada ma’rifatullah. Sedangkan, kecerdasan lainnya lebih bersifat pada kemampuan untuk mengolah segala hal yang berkaitan dengan bentuk lahiriah (duniawi). Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa setiap niat yang terlepas dari nilai-nilai kebenaran Ilahiah merupakan kecerdasan duniawi dan fana (temporer), sedangkan kecerdasan ruhaniah qalbiah bersifat autentik, universal dan abadi.

3.6 Stasiun Qolbu
Menurut at-Tirmidzi, seperti yang dikutip oleh Robert Frages, hati memiliki empat stasiun yaitu, dada, hati, hati lebih dalam dan lubuk hati terdalam. Keempat statiun ini saling tersusun bagaikan sekumpulan lingkaran. Dada (shadr) adalah lingkaran terluarnya, hati (qalb) dan hati lebih dalam (fu’ad) berada pada kedua lingkaran tengah, sedangkan inti dari hati (lubb) terletak di pusat lingkaran.[7] Dengan demikian, dapat dipahami bahwa posisi lubb berada di dalam fu’ad, fu’ad berada di dalam qalb dan qalb berada di dalam shadr. Keempat stasiun tersebut dapat diilustrasikan kata ‘Tanah Haram’, yang memuat shekitar Makkah, Makkah itu senbdiri, Masjidil Haram dan Ka’bah posisi sadr dapat diibaratkan seperti daerah sekitar Makkah. Posisi qalb dapat diibaratkan Makakh itu sendiri. Fu’ad dapat diibaratkan Masjidil Haram, dan lubb dapat diibaratkan Ka’bah. Keempat stasiun ini saling bersusun bagaikan sekumpulan lingkaran.
                                                                                        lubb
                                                                                         Fu’ad
                                                                                             qalb
                                                                                           sadr


                                                                                               
Gambar 2. Lingkaran


Tiap stasiun juga dikaitkan dengan tingkat spiritual yang berbeda-beda, tingkat pengetahuan dan pemahaman yang berbeda, yaitu:
1.    Dada (Shadr)
Dalam bahasa Arab adalah shadr, yang juga berarti ‘hati dan akal’.  Karena terletak di antara hati dan diri rendah (hawa nafsu), shadr dapat juga diistilahkan hati terluar, shadr tempat bertemunya hati dan diri rendah, serta mencegah agar satu pihak tidak melanggar pihak lainnya. Dada memimpin interaksi dengan dunia. Di dalamnya menentang dorongan dorongan negatif diri rendah.  Disebut shadr, karena merupakan permulaan hati dan maqamnya yang pertama. Ia merupakan tempat nur Islam, disamping tempat masuknya was-was dan bahaya, tempat masuknya kedengkian, syahwat, harapan, kebutuhan, tempat merajalelanya ilmu-ilmu normatif dan historis serta segala ilmu yang didapat secara verbal.[8]
Menurut at-Tirmidzi yang dikutip oleh Abdul Muhaya, shadr berfungsi sebagai sumber dari cahaya Islam (nur al-Islam). Penggunaan kata Islam di sini dalam artian yang sangat spesifik, yaitu sikap ketundukan yang diekspresikan dalam bentuk fisik seperti shalat, puasa, haji, dan lain sebagainya.[9]
2.    Hati (Qalb)
Maqam kedua adalah qalb. Disebut qalb karena mudahnya bolak- balik. Qalb merupakan tempat cahaya iman, cahaya akal, taqwa, cinta, ridha, yakin, takut, harapan, sabar, qana’ah, sebagai sumber pengetahuan, pusat perenungan dan merupakan sumber keyakinan. Dari segi keilmuan, at-Tirmidzi menjelaskan, bahwa qalb merupakan tempat ilmu batin sedangkan shadr merupakan tempat ilmu lahir. Akan tetapi kedua ilmu ini saling melengkapi, yang pertama menjelaskan, hakikatnya. Sedang yang kedua menjelaskan ilmu syari’ah (aspek formal agama) yang merupakan hujjah Allah atas makhluk-Nya. Di samping itu, at-Tirmidzi juga menjelaskan bahwa shadr merupakan tempat ilmu logika sedangkan qalb merupakan tempat ilmu hikmah.
3.    Intisari hati (fu’ad)
Kata fu’ad berasal dari kata faedah yang berarti manfaat, karena fu’ad memperlihatkan manfaat dari cinta Allah. Fu’ad merupakan cahaya ma’rifah (nur al-ma’rifah) yang berfungsi untuk mengetahui realitas. Fu’ad juga bisa disebut tempat ru’yah (melihat).
Allah berfirman:
“Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya”. (QS. An- Najm: 11).
Oleh karena itu, apabila fu’ad merupakan tempat ar-ru’yah, maka qalb merupakan tempat ilmu. Jika antara ilmu dan ru’yah itu menyatu, maka orang yang demikian akan melihat sesuatu yang ghaib itu menjadi kenyataan. Fu’ad merupakan posisi ketiga dari beberapa posisi hati dan merupakan instrumen penyempurna bagi manusia.
Fuad merupakan tempat penglihatan batin dan inti cahaya ma’rifah. Kaum sufi menempatkan fu’ad pada derajat yang lebih tinggi dari pada qalb, karena ketika seseorang mampu mengambil manfaat dari sesuatu, maka fu’ad-nya yang melakukan pertama kali baru kemudian hatinya. Mereka mengibarkan fu’ad seperti kornea mata pada hitam mata.
4.    Lubuk Hati terdalam (lubb)
Maqam puncak dari hati adalah lubb. Secara etimologis lubb terdiri dari huruf lam dan double ba’. Lam merupakan bagian dari luthf (yang berarti kelembutan), sedangkan ha’ yang pertama berasal dari kata al-birr (berarti kebaktian), dan ba’ yang kedua berasal dari kata al-baqa (yang berarti kelanggengan). Dalam bahasa Arab, istilah lubb bermakna inti dan pemahaman batiniyah yang merupakan dasar hakiki agama.  
Lubb merupakan tempat cahaya tauhid (nur at-tauhid). Cahaya tauhid ini merupakan basis dari ketiga cahaya sebelumnya dan lubuk hati terdalm (lubb)yang menerima rahmat Allah. Mengenai posisi lubb seperti yang diterangkan kaum sufi, diilustrasikan sebagai berikut “Perumpamaan lubb dan fu’ad adalah seperti cahaya penglihatan di dalam mata, atau seperti cahaya lampu sumbu di dalam lampu.  Dari beberapa stasiun hati tersebut, dapat disimpulkan bahwa shadr merupakan tempat cahaya Islam, qalb tempat cahaya iman, fu’ad tempat cahaya ma’rifah dan lubb tempat cahaya tauhid. Menurut kaum sufi, pembagian instrumen penyempurna bagi manusia yang disebutnya hati beberapa tingkatan adalah pembagian yang bercorak simbolik atau anlogis.
Dari pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa maqam terdalam yang terdapat dalam hati adalah lubb sehingga ketika seseorang telah mencapai maqam ini, maka akan memliki cahaya tauhid dari Allah.

3.7  Al-Qur’an sebagai Obat dan Penawar Hati dari Berbagai Penyakit
Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an itu sendiri, bahwa kalam Allah itu mempunyai beberapa fungsi dan tujuan utama. Diantara fungsi-fungsinya adalah sebagai penyembuh atau obat, dengan mempelajari, memahami dan mengamalkan Al-Qur’an dengan baik dan benar, manusia akan menjadi sehat secara mental, spiritual, moral, sosial dan fisik. Karena, pesan-pesan yang terkandung di dalam Al-Qur’an aka selalu membimbing siapa saja yang beriman, percaya, yakin dan mengenal Allah Swt. Inbu Qayyum Al –Jauziyah menjelaskan:
Al-Qur’an seluruhnya merupakan terapi bagi setiap penyakit khususnya penyakit hati. Ia merupakan terapi bagi setiap penyakit-penyakit hati dari kebodohan, keraguan, kebimbangan dan lain-lain. Allah Swt sama sekali tidak pernah menurunkan terapi lain dari langit yang lebih umum, lebih bermanfaat, lebih agung dan lebih mujarab dalam menghilangkan penyakit dari terapi Al-Qur’an.


BAB III
PENUTUP

3.1.  Kesimpulan
Manajemen Qalbu adalah memahami diri, dan kemudian mau dan mampu mengendalikan diri setelah memahami siapa diri ini sebenarnya. Dan tempat untuk memahami benar siapa diri ini ada di hati, hatilah yang menunjukkan watak dan diri ini sebenarnya. Melalui konsep Manajemen Qolbu seseorang bisa diarahkan agar menjadi sangat peka dalam mengelola sekecil apa pun potensi yang ada dalam dirinya menjadi sesuatu yang bernilai kemuliaan serta memberi manfaat besar, baik bagi dirinya sendiri maupun makhluk Allah lainnya. Lebih dari itu, dapat memberi kemaslahatan di dunia juga di akhirat kelak.


DAFTAR PUSTAKA

M. Echols John dan Hasan shadily, Kamus inggris Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
1994.
Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Hernowo dan M. Deden Ridwan, Aa Gym dan Fenomena DaarutTauhii,  Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2004.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Obat Hati Antara Terapi Ibnul Qayyim & Ilusi Kaum Sufi
Karya dan Pemikirannya terj. Tajudin, Jakarta: Darul Haq, 2007.
Abdullah Gymnastiar,  Jagalah Hati Step by Step Manajemen Qolbu, Bandung: Khas MQ, 2006.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Manajemen Qalbu Melumpuhkan Senjata Syetan Karya dan Pemikirannya, terj. Ainul Haris Umar Arifin, Jakarta: Darul Falah, 2005.
Robert Frages, Hati, Diri, dan Jiwa, terj. Hasmiyah Raud, Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2003.
Al-Hakim at-Tirmidzi, Bayan al-Farq Bayu ash-Shadr wa al-Qulb wa al-Fu’ad wa al-
Lubb, Maktabah al-Kulliyah al-Azhariyyah: Qahirah, tt.
Abdul Muhaya, Amin Syukur (eds), Peran Tasawuf dalam Menanggulangi Krisis
Spiritual, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.




[1] John M. Echols dan Hasan shadily, Kamus inggris Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1994), hlm. 520.
[2] Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), Cet. 5,
hlm. 124.
[3] Hermono & M. Deden Ridwan, Aa Gym dan Fenomena Daruut Tauhid, (Bandung: Mizan
Pustaka, 2004), cet.8, hlm. 25.
[4] Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Obat Hati Antara Terapi Ibnul Qayyim & Ilusi Kaum Sufi
Karya dan Pemikirannya terj., Tajudin. (Jakarta: Darul Haq, 2007), hlm. 211
[5] Abdullah Gymnastiar, Jagalah Hati Step by Step Manajemen Qolbu (Bandung: Khas
MQ, 2006), hlm. xvi-xviii
[6] Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Manajemen Qalbu Melumpuhkan Senjata Syetan; Karya
dan Pemikirannya, terj., Ainul Haris Umar Arifin. (Jakarta: Darul Falah, 2005 ), hlm. 1-2
[7] Robert Frages, Hati, Diri, dan Jiwa, terj. Hasmiyah Raud, (Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2003), Cet. II, hlm. 57.
[8] Al-Hakim at-Tirmidzi, Bayan al-Farq Bayu ash-Shadr wa al-Qulb wa al-Fu’ad wa al-
Lubb, (Maktabah al-Kulliyah al-Azhariyyah: Qahirah, tt), hlm. 43-46.
[9] Abdul Muhaya, Amin Syukur (eds), Peran Tasawuf dalam Menanggulangi Krisis
Spiritual, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), cet. 1, hlm. 28.

Comments

makalah selanjutnya

close
***E-money exchangers***

Popular Posts