HADITS TENTANG BAGI HASIL

BAB I

A.    Latar Belakang

Sejak langkah pertama pendiriannya, bank- bank syariah telah menunjukkan trend perkembangan yang positif sehingga dapat memainkah peranan pentingnya dalam memobilisasi, mengalokasi, dan memanfaatkan sumber daya dengan lebih baik (Haron dan Ahmad, 2001).Salah satu faktor pendukung yang menunjang trend positif ini adalah pembagian hasil usaha dalam pembiayaan yang menggunakan konsep profit sharing dan revenue sharing dengan akad mudharabah, meski pada awalnya, konsep ini tidak begitu luas dimengerti oleh masyarkat (Siregar, 2002).Profit sharing dan revenue sharing merupakan pembagian hasil usaha dengan ketentuan nisbah pihak penyalur dana dan penerima dana usaha. Sehingga besarnya pembagian dipengaruhi oleh hasil usaha yang dijalani.
Konsep profit sharing atau yang juga disebut dengan profit and loss sharing menawarkan pembagian hasil usaha dengan perhitungan pendapatan/ keuntungan bersih (net profit), yaitu laba kotor dikurangi beban biaya yang diekluarkan selama operasional usaha.Sedangkan konsep revenue sharing adalah konsep yang menawarkan pembagian hasil usaha berdasarkan perhitungan laba kotor (gross profit).
Konsep inilah yang membedakannya dengan bank-bank konvensional yang menawarkan tingkat suku bunga yang tinggi agar dapat menarik minat masyarakat menabungkan uangnya di bank.Besarnya bunga dalam pembagian hasil usaha ditetapkan pada awal perjanjian kerjasama dengan keuntungan yang pasti bagi investor.Bahkan meski kreditur mengalami kerugian dalam usahanya, investor tetap mendapatkan bunga yang disepakati sebelumnya.

B.     Rumusan Masalah

1.         Apa yang dimaksud dengan sistem bagi hasil ?
2.         Bagaimana rukun dan syarat dari Musyarakah dan Mudhrabah?
3.         Bagaimana dasar hukum teoritis dari sistem bagi hasil?

C.    Tujuan

1.         Untuk mengetahui maksud dari sistem bagi hasil.

2.         Untuk mengetahui rukun dan syarat dari Musyarakah dan Mudharabah.
3.         Untuk mengetahui dasar hukum teoritis dari sistem bagi hasil.
















BAB II

A.    Sistem Bagi Hasil

Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari'ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari'ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad).Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.[1]Ciri utama pola bagi hasil adalah bahwa keuntungan dan kerugian ditanggung bersama baik oleh pemilik dana maupun pengusaha. Beberapa prinsip dasar konsep bagi hasil yang dikemukakan oleh Usmani (1999), adalah sebagai berikut[2]:
1.      Bagi hasil tidak berarti meminjamkan uang, tetapi merupakan partisipasi dalam usaha. Dalam hal musyarakah, keikutsertaan aset dalam usaha hanya sebatas proporsi pembiayaan masing – masing pihak.
2.      Investor atau pemilik dana harus ikut  menanggung  risiko kerugian usaha sebatas proporsi pembiayaannya.
3.      Para mitra usaha bebas menentukan, dengan persetujuan bersama, rasio keuntungan untuk masing-masing pihak, yang dapat berbeda dari rasio pembiayaan yang disertakan.
4.      Kerugian yang ditanggung oleh masing-masing pihak harus sama dengan proporsi investasi mereka.
Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari'ah terdiri dari dua sistem, yaitu:
1.      Profit Sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan.Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).
Di dalam istilah lainprofit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya- biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing.
Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah/ hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya.
Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi biaya- biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance. Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total revenue.
2.      Revenue Sharing
Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan.Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian.Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan.
Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales revenue).
Dalam arti lainrevenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut.
Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba (profit). Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan.
Berdasarkan definisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa arti revenue pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan dengan harga barang tersebut. Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal (capital) ditambah dengan keuntungannya (profit).
Berbeda dengan revenue di dalam arti perbankan.Yang dimaksud dengan revenue bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga bank yang diterima dari penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh bank.
Revenue pada perbankan Syari'ah adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank.
Perbankan Syari'ah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana.
Lebih jelasnya Revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya- biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank.[3]
3.      Jenis-jenis Akad Bagi Hasil
Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah, Muzara'ah dan Musaqah.Namun, pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya bank syariah menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan Mudharabah.[4]
a.      Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss Sharing)
Adalah mencampurkan salah satu dari macam harta dengan harta lainnya sehingga tidak dapat dibedakan di antara keduanya. Dalam pengertian lain musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Penerapan yang dilakukan Bank Syariah, musyarakah adalah suatu kerjasama antara bank dan nasabah dan bank setuju untuk membiayai usaha atau proyek secara bersama-sama dengan nasabah sebagai inisiator proyek dengan suatu jumlah berdasarkan presentase tertentu dari jumlah total biaya proyek dengan dasar pembagian keuntungan dari hasil yang diperoleh dari usaha atau proyek tersebut berdasarkan prosentase bagi-hasil yang telah ditetapkan terlebih dahulu.[5]
Pembiayaan Musyarakah adalah pembiayaan yang dilakukan oleh pihak bank syariah dan atau bank muamalah untuk membiayai suatu proyek bersama antara nasabah dengan bank. Nasabah dapat mengajukan proposal kepada Bank Syariah dan atau bank muamalah untuk mendanai suatu proyek atau usaha tertentu dan kemudian akan disepakati beberapa modal dari bank dan beberapa modal dari nasabah serta akan ditentukan bagi hasilnya bagi masing – masing pihak berdasarkan presentase pendapatan atau keuntungan bersih dari proyek atau usaha tersebut sesuai dengan kesepakatan.
Jenis Musyarakah/Syirkah ada 2 (dua), yakni :
a.         Syirkah Amlak (Kepemilikan)
Yaitu dua orang atau lebih yang secara bersama memiliki suatu harta bukan karena kerjasama diantara mereka, misalnya karena wasiat atau warisan. Jenis syirkah ini terbagi dua, yakni :
1)      Syirkah Ikhtiyari (Pilihan)
2)      Syirkah Jabari (Paksaan)
b.    Syirkah Uqud (Kontrak)
Kerjasama dua orang atau lebih dalam permodalan untuk suatu usaha. Jenis syirkah ini adalah :
1)        Syirkah ‘Inan
Kerjasama permodalan dalam suatu usaha antar pihak dengan membagi keuntungan maupun kerugian.
2)        Syirkah Mufawadhah
Kerjasama antar pihak di mana penyertaan modal masing-masing dalam porsi yang sama. Salah satu pihak memiliki hak yang sama untuk mewakili perkongsian.
3)        Syirkah A’maal
Kerjasama antar pihak dengan bermodalkan keahlian.
4)        Syirkah Wujuh
Kerjasama antar pihak dengan bermodal nama baik/reputasi masing-masing pihak.[6]
b.      Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Adalah suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
Kontrak mudharabah dalam pelaksanaannya pada Bank Syariah nasabah bertindak sebagai mudharib yang mendapat pembiayaan usaha atas modal kontrak mudharabah.Mudharib menerima dukungan dana dari bank, yang dengan dana tersebut mudharib dapat mulai menjalankan usaha dengan membelanjakan dalam bentuk barang dagangan untuk dijual kepada pembeli, dengan tujuan agar memperoleh keuntungan (profit).[7]
Kontrak mudharabah dibentuk secara bebas antara kedua orang atau lebih dengan tujuan mencari keuntungan yang kemudian untuk dibagikan antara pemilik modal dengan pengelola modal, berdasarkan kesepakatan mutualilitas dan secara fair dan sama. Mitra yang aktif (pengelola) secara bebas melakukan perdagangan dengan modal yang dipercayakan kepadanya dengan jalan yang ia anggap terbaik, serta dapat meningkatkan hasil dari bisnis sesuai dengan yang tersebut di dalam kontrak. Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada pengelola (mudharib), akad kemitraan ini menurut Para ulama membagi Al Mudharabah menjadi dua jenis:
a)      Al Mudharabah Al Muthlaqah (Mudharabah bebas). Pengertiannya adalah sistem mudharabah dimana pemilik modal (investor/Shohib Al Mal) menyerahkan modal kepada pengelola tanpa pembatasan jenis usaha, tempat dan waktu dan dengan siapa pengelola bertransaksi. Jenis ini memberikan kebebasan kepada Mudhorib (pengelola modal) melakukan apa saja yang dipandang dapat mewujudkan kemaslahatan.[8]
b)       Al Mudharabah Al Muqayyadah (Mudharabah terbatas). Pengertiannya pemilik modal (investor) menyerahkan modal kepada pengelola dan menentukan jenis usaha atau tempat atau waktu atau orang yang akan bertransaksi dengan Mudharib.

B.     Rukun dan Syarat

a.    Rukun dan Syarat Musyarakah
1)   Rukun Musyarakah
a)        Ijab-kabul (sighah) adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang bertransakasi.
b)        Dua pihak yang berakad (‘aqidani) dan memiliki kecakapan melakukan pengelolaan harta.
c)        Objek aqad (mahal) yang disebut juga ma’qud alaihi, yang mencakup modal atau pekerjaan
d)       Nisbah bagi hasil
2)   Syarat Musyarakah
a)      Perserikatan merupakan transaksi yang bisa diwakilkan, menurut Iman Hanafi, semua jenis syirkah mengandung arti perwakilan. Berarti salah satu pihak diperbolehkan untuk menerima atau mengirimkan wakilnya untuk bertindak hukum terhadap objek perserikatan sesuai dengan izin pihak – pihak lainnya.
b)      Presentase pembagian keuntunagn untuk masing-masing pihak yang berserikat hendaknya diketahui ketika berlangsungnya akad.
c)      Keuntungan untuk masing – masing pihak ditentukan secara global berdasarkan presentase tertentu sesuai kesepakatan, tidak boleh ditentukan dalam jumlah tertentu/pasti
b.    Rukun dan Syarat Mudharabah
1)                Rukun Mudharabah
Al Mudharabah seperti usaha pengelolaan usaha lainnya memiliki tiga rukun:
a)   Adanya dua atau lebih pelaku yaitu investor (pemilik modal) dan pengelola (mudharib).
b)   Objek transaksi kerja sama yaitu modal, usaha dan keuntungan.
c)   Pelafalan perjanjian.( ijab dan Qobul) Sedangkan menurut imam Al Syarbini dalam Syarh Al Minhaaj menjelasakan bahwa rukun Mudharabah ada lima, yaitu Modal, jenis usaha, keuntungan, pelafalan transaksi dan dua pelaku transaksi. Ini semua ditinjau dari perinciannya dan semuanya tetap kembali kepada tiga rukun di atas.
2)                Syarat Sah Mudharabah
Syarat – syarat sah mudharabah berkaitn dengan aqidani ( dua orang yang akan berakad) modal dan laba.
a)   Syarat aqidani : di shyaratkan bagi orang yang akan melakukan akad, yakni pemilik modal dan pengusaha adalah ahli yang mewakilkan atau menjadi wakil. Sebab mudharib mkengusahakan harta pemilik modal, yakni menjadi wakil.
b)   Syarat modal : modal harus berupa uang, modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran, modal harus ada. Modal harus diberikan kepada pengusah.
c)   Syarat – syarat laba : laba harus memilki ukuran dan laba harus berupa bagian yang umum.

C.    Dasar Hukum Teoritis

a.       Dasar Hukum Musyarakah
2)      Al Qur’an:
Ayat-ayat Al Quran yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi syarikah, adalah :[9]
“ … maka mereka berserikat pada sepertiga ….” (An-Nisaa’ : 12)
“… Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh.” (Shaad : 24)
Kedua ayat tersebut diatas menunjukkan perkenan dan pengakuan Allah SWT akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surat An-Nisaa’ : 12, perkongsian terjadi secara otomatis (jabr) karena waris, sedangkan dalam surat Shaad : 24 terjadi atas dasar akad (ikhtiyari).
3)      Al-Hadits:
Hadis-hadis Rasul yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi syarikah, adalah :
 “Dari hadis Qudsi yang diriwayatkan dari Abu hurairah bahwa Rasulullah saw. Telah Bersabda, “ Allah swt, telah berkata kepada saya; menyertai dua pihak yang sedang berkongsi selama salah satu dari keduanyan tidak mengkhianati yang lain, seandainya berkhianat maka saya keluar dari penyertaan tersebut” (HR. Abu Daud, menurut Hakim hadis ini sahih adanya, lihat Subbulussalam 3/21)
“Rakhmat Allah swt.  Tercurahkan atas dua pihak yang sedang berkongsi selama mereka tidak melakukan penghianatan, manakala berkhianat maka bisnisnya akan tercela dan keberkatanpun akan sirna dari padanya. (HR. Abu Daud, Baihaqi dan Al-Hakim).
4)      Ijma:
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mughni telah berkata, ‘Kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.

b.      Dasar Hukum Mudharabah
Sesungguhnya pada dasarnya Mudharabah dapat dikategorikan kedalam salah satu bentuk Musyarakah, namun para cendekiawan fikih Islam meletakkan Mudharabah dalam posisi yang khusus dan memberikan landasan hukum yang tersendiri.[10]
1)   Al- Qur’an :
Ayat-ayat Alquran yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi al-mudharabah, adalah :
Dan jika dari orang- orang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT.  (QS. Al- Muzzamil (73):20)
Mudharib sebagaienterpreneur  adalah sebagian dari orang-orang yang melakuka (dharb) perjalanan untuk mencari karunia Allah swt, dari keuntungan investasinya. Di tempat lain dalam Alquran kita masih memiliki ayat-ayat yang senada misalnya:
“Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah swt. “ (QS. Al-Jum’ah:10)
“Tidak ada dosa (halangan) bagimu untuk mencari karunia dari Tuhanmu” (QS. Al-Baqarah: 198)

2)   Hadits :
Hadis-hadis Rasul yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi al-Mudharabah, adalah:
“Diriayatkan oleh ibnu abbas bahwasannya Sayidina Abbas jikalau memberikan dana ke mitra usahanya secara Mudharabah, ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak yang berparu-paru basah, jika menyalahi peraturan maka yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut. Disampaikannyalah syarat-syarat tersebut ke Rasulullah saw, dan diapun memperkenalkan (Hadis dikutip oleh Imam Alfasi dalam Majma Azzawaid 4/161).[11]
Dari Shalih bin Suaib ra bahwa Rosulullah saw bersabda, “Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, mudharabah, dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah buakan untuk dijual. (Hr Ibnu Majah)













BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari'ah terdiri dari dua sistem, yaitu: profit Sharing dan revanue sharing
Jenis- jenis akad bagi hasil ada dua :musyarokah dan mudhorobah.Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Mudhorobah adalah suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.



Comments

makalah selanjutnya

close
***E-money exchangers***

Popular Posts